Tuesday, January 12, 2010

MEREKAM SEJARAH, MENAFSIR GELIAT KARYA MAHASISWA KINI


Pameran fotografi bersama komunitas Bidik Fotografi STIKOM Bandung.

Untuk yang ke sebelas kalinya (semenjak tahun 1998? Menurut ketua panitia) Unit Kegiatan Mahasiswa STIKOM bandung yang menamai dirinya BIDIK Photographhy, menggelar pameran fotografi bersama. Satu sudut ruangan pertemuan di Saung Angklung Udjo, kemudian disulap menjadi ruang pamer. Sebuah pameran bersama sekaligus kegiatan workshop yang digelar oleh komunitas dari tanggal 11-16 Januari 2010. Acungan jempol pastilah layak diberikan, karena mereka telah keluar dari lingkungan kampus, dan mempersembahkannya kepada masyarakat umum. Mari kita sikapi!

Sikap pertama, mungkin, pada kesempatan kali ini saja, sebuah pameran bersama fotografi digelar di Saung Angklung Udjo, pusat kebudayaan yang berorientasi komersial budaya bambu di Padasuka Bandung. Seperti layaknya sebuah pameran, beberapa karya fotografi disajikan dengan bingkai tanpa kaca. Masing-masing berukuran 30 kali 40 sentimeter ini ditata rapih. Lampu suhu 3500 kelvin digantung sedemikian rupa, agar penikmat foto bisa menikmati gambar yang dipajang. Penataan ruang pameran pun turut menyesuaikan, karena ukuran ruang pamer kurang memadai, rupanya panitia berhasil menyiasatinya. Manajemen lajur untuk menikmati foto dengan konsep linear, bisa dimulai dari mana saja, tanpa ada awal dan akhir. Nampaknya kurator tidak mementingkan ujung-pangkal pesan yang ingin disampaikan. Bagi saya, hal ini cukup membingungkan, terutama, tulisan pengantar pameran yang dicetak dengan ukuran font sangat kecil, sehingga bekal saya untuk menikmati karya menjadi “biasa-biasa saja” hingga foto yang kelima yang saya lihat, belumlah mendapatkan pesan apa yang diinginkan pihak penyelenggara. Begitu pula, katalog yang diberikan, kurang bisa menolong untuk memahami presentasi karya bersama ini.

Ruang pamer yang relatif sempit untuk jumlah lima puluh karya, nampaknya terlalu berdesak-desakan. Inilah yang menyebabkan para penikmat foto harus rela sabar, mengamati setiap foto. Tulisan pengantar atau disebut deskripsi, ditempel di ujung bingkai, nampaknya kurang serasi, jadi tulisan tersebut seperti hanya sekedar basa-basi, begitu pula konten tulisan kadang bertolak belakang dengan gambar yang disajikan, terlihat si pemotret tidak menganggap terlalu pentingnya tulisan pengantar karyanya. Bagi mereka yang berkunjung pada malam hari, pastilah kurang beruntung, dibandingkan siang hari. Karena penerangan menggunakan jenis tungsten bukan pilihan tepat, menyebabkan foto yang disajikan berkesan kekuning-kuningan (baca: yellow cast).

Sikap kedua. Nampaknya kurator belum berhasil memancing isu, karena wacana yang dilemparkan kurang greget, terlihat jelas dengan sajian bentuk, isi gambar adalah karya lama atau foto yang sudah diambil (beberapa foto diambil dalam rangka berpameran bersama, sumber: panitia) begitu pula dengan dengan tema “Potret Indonesia” jelas, beberapa karya yang dipamerkan ini bermaksud mencari tema yang “aman-aman saja” sehingga beberapa karya, stok foto yang sudah ada bisa lolos dipamerkan. Beberapa genre fotografi muncul di sini; jurnalistik, portraiture, human interest dan sebagainya, persislah seperti istilah rasanya rame.

Tema yang ditawarkan penyelenggara adalah (berikut petikan sub-judul pameran yang tercetak di katalog pameran) “potret Indonesia, berupaya mengaktualisasikan segala sesuatu yang mencerminkan wajah Indonesia, berupa keunikan, keragaman, kebokbrokan, kecintaan, kebudayaan, kesenian, pendidikan, sosial, fenomena alam dan yang lainnya” menurut saya, tema tersebut menjebak. Karena pesan sesungguhnya menjadi rancu, terkecoh bahasa jargon. Malah saya berpendapat, pameran tersebut bisa menjadi “pameran foto untuk katalog” bukan karya mandiri.

Menurut ketua pelaksana pameran, Fahrul Jayadiputra, angkatan 2007, kegiatan ini sudah dirancang semenjak bulan Agustus 2009 lalu. Ide pameran ini digulirkan di forum Bidik, sebagai tanggung jawab pameran bersama tiap tahun. Termasuk diantaranya angkatan 2007 dan 2008, sedangkan angkatan baru, 2009, terlibat sebatas panitia penyelenggara. Dari 30 pemotret anggota Bidik yang mengirimkan karya, terpilih hanya 15 orang saja, melalui proses kurasi yang dilakukan oleh Agus Bebeng, pewarta foto Antara Bandung. Dari beberapa karya tersebut, terpilihlah 50 karya yang layak pamer. Diantaranya karya; Wahid Arbi Sasmito, Ari Yoga, Fahrul Jayadiputra, Ferry Prakosa, Gilang Dwi Reviani, Huyogo Gabriel Yohanes Simbolon, Bambang Prasethyo, Kanno Sardella, Ni Wayan Putri, Rangga Permana, Redian Tandiana, Rico Oktamawardi, Ridwan Nugraha dan Tara Hendra PL. Semuanya adalah anggota aktif komunitas Bidik. Memang, diakuinya, beberapa karya adalah hasil karya dari stok foto, ada pula yang melakukan pemotretan untuk pameran ini.

Sikap ketiga, adalah jelas, komunitas Bidik Photography ini adalah bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa dari berbagai jurusan; Broadcasting dan jurnalistik, memang mereka berawal dari kampus. Namun sungguh sangat disayangkan, peran kampus, penyelenggara pendidikan STIKOM Bandung, rupanya belumlah menyambut baik kegiatan ini. Selain turut meramaikan dinamika kampus, kegiatan inipun niscaya turut mendukung aktualisasi mahasiswanya. Rasanya janggal, didalam katalog, pengantar pameran ataupun baligo yang dipajang, tidak pernah menyebutkan STIKOM ataupun logo kampus tersebut, padahal mereka adalah mahasiswa aktif dan secara administrasi masih terdaftar. Apakah karena kampus mereka tidak memberikan bantuan langsung? Saya tidak tahu.

Sikap keempat, terakhir, patut disukuri, komunitas kampus yang sedianya terlihat adem-ayem ini, rupanya menyimpan bara api dalam sekam. Diam-diam menghanyutkan. Meskipun beberapa karya masih kurang kuat di konten, namun secara teknis sudah mumpuni, jadi untuk pameran seperti ini rasanya tidak perlu lagi membahas bahasa persoalan “teknis”. Komunitas ini telah berani tampil menyeruak dari rasa sunyi apresiasi fotografi di kota Bandung, walaupun komunitas fotografi di Bandung merindukan ruang pamer yang layak, saya yakin semangat mereka tetap membara. Meskipun sirkulasi pengurus unit kegiatan kampus ini berumur setahun, namun mereka berhasil menularkannya pada angkatan berikutnya, dan menjadikannya agenda tahunan Bidik Photography, Bravo! (denisugandi@gmail.com)


No comments: