Monday, October 13, 2008
Memetakan hobist fotografi di Indonesia
Bergulirnya tampuk kekuasaan Hindia Belanda, hingga masa keemasan 1920-an dimasa era-art nouvo-ke masa art deco, tanah jajahan ini menunjukan kepada dunia luar sebagai wilayah tr
Menangkap emosi kompetisi!
Adalah pertandingan kelas all indonesia star minimoto 2008. Terasa sekali suasana yang dibangun adalah kompetisi! cepet-cepetan, teknik melibas, berm, double jump dan meliuk harus sempurna, kalau tidak, tertinggal beberapa detik-apalagi terjatuh-biasanya kalah putaran. Bila ingin melihat liputan foto, http://picasaweb.google.com/denisugandi/IndonesiaOpenMinimoto2008#
Posisis motret menentukan kepuasan!
Memang sih, dilapangan kesulitan pertama adalah masalah ijin atau akses memotret. Pada event ini Minimoto open 2008, saya sebagai pribadi mendapatkan akses penuh-nuh.. bebas memotret, mengambil gambar dari berbagai angle. Kalau boleh dikata, seluruh lapangan adalah milih saya! nah, saat yang tepat adalah menentukan posisi yang cuocok! Setelah observasi lingkungan trek-apalagi sangat menguntungkan-seluruh penonton berada diluar pagar trek. Ini adalah keuntungannya, tidak diganggu umat. Posisi yang pas adalah; ujung trek paling sudut, bisa menarik garis diagonal. Gunakan lensa panjang-selain mendapatkan efek padat/tampat pembalap seperti dempet-ini dikarenkan efek distorsi dari lensa tele (yang saya gunakan adalah lensa 200mm x 1.6 perkalian faktor sensor kamera) untuk mendapatan suasana lain, bisa menggunakan lensa lebih lebar, kemudian posisikan diri anda dibelokan-berm, yang kiranya sangat aman untuk memotret. karena dengan pendekatan seperti ini biasanya akan sangat berbahaya-apalagi dalam kondisi kompetisi. Selanjutnya adalah baca suasana lapangan dan pembalap.Cari pembalap yang paling atraktif- biasanya jumping dengan dengan tangan melambai. cari pula persaingan memperebutkan dilingkaran tiga besar, pasti lebih seru. (deni2008)
PETA SINGKAT RANGKAIAN SEJARAH FOTOGRAFI DI BANDUNG
Melihat kembali ruang fotografi yang katanya egaliter, semua orang mempunyai akses dan kesempatan yang sama, namun selalu ada hal yang luput diperhatikan. Sejauh ingatan menerawang kembali ke belakang, ketika fotografi tradisional hadir di Bandung, pasangan bersaudara Woodbury dan Page, yang menurut saya adalah pebisnis fotografi dokumentasi pertama, yang menginjakan kaki di tatar
Satu abad kemudian, fotografi di Bandung dibesarkan oleh amatir, yang tergabung dalam satu klub dinamai Preanger Amateurt Fotografi Vereneging, yang kemudian di-Indonesiakan, sesuai ketentuan pemerintahan Soekarno, tahun 1957 berganti nama menjadi Perhimpunan Amatir Foto Bandung, oleh RM. Soelarko, dengan bentuk logo yang dibuat oleh Harmoko. Genre yang diusung adalah pictorial. Mengadopsi genre yang disebarkan oleh artis di Amerika, melalui gerakan Secession, yang digairahkan oleh Alfred Steiglitz, seorang imigran keturunan Jerman-Yahudi. Aliran ini percaya bahwa fotografipun bisa bersanding dengan seni lainya. Ini menjawab, masa itu Kodak telah menghadirkan kamera satu kali pakai dengan ukuran kecil, sehingga setiap orang mempunyai hak yang sama, dengan harga murah tentunya. Kamera adalah sangat demokratis, awal tahun 1881.
Steiglitz menjawab, gerakan yang ia bangun adalah karyapun harus melalui sentuhan tangan. Maka karya tersebut benar-benar di retouch ulang, dalam kamar gelap, untuk mendapatkan efek-efek tertentu.
Kembali ke
Fotografi hanya ada dikalangan bangsa eropa, cina dan jepang. Sebut saja, pebisnis fotografi masa itu masih didominasi warga belanda yang menetap di
Selepas Jepang, aktifitas fotografi agak longgar. Produsen kamera saat itu bisa berniaga di
Selepas pengakuan kemerdekaan Republik